Bersama NGO Pater Agus Duka SVD Paparkan Temuan Penting Soal Perdagangan Orang di NTT 

- 19 Oktober 2022, 19:57 WIB
Pater Agus Duka memaparkan hasil temuan soal penyebab trafficiking di NTT
Pater Agus Duka memaparkan hasil temuan soal penyebab trafficiking di NTT /Ciriakus Kiik/OkeNTT

 

OkeNTT - Mensen meet een Missie (MM) menggandeng Zero Human Trafficking Network (ZHTN) dan Migrant Care (MC) melakukan workshop kekerasan berbasis gender dan perdagangan orang.

Workshop yang dihadiri peserta dari 22 kabupaten dan satu kota di NTT ini membahas hasil penelitian Pater Agus Duka, SVD dan tim terkait kekerasan berbasis gender dan perdagangan orang di NTT.

Penelitian itu berlangsung .

Dalam penelitian di Kota KupangKabupaten Manggarai Barat dan Kabupaten Sikka pada Juni 2022 lalu, Pater Agus dan tim mendapatkan temuan penting mengenai norma, kebiasan, keyakinan (conviction) sebagai kewajiban perempuan, maskulinitas toxic, pembagian yang tidak setara, akses dan kontrol yang tidak adil dan kekerasan berbasis gender konstruksi ketundukan perempuan dan laki laki sebagai pelaku.

Mengutip Timor Line, temuan ini dinilai berkorelasi dengan perdagangan orang di NTT, keterhubungan kekerasan berbasis gender serta kelindan media sosial dengan perdagangan orang.

Baca Juga: Kuat Ma'ruf Sebut Brigadir J Duri dalam Rumah Tangga Ferdy Sambo

Di hadapan peserta, Pater Agus mengungkapkan, penelitian tersebut menghasilkan rekomendasi berkaitan dengan pendekatan Gender Transformative Approach (GTA), peran significan gereja dan stakeholder kunci lainnya, akses bagi keadilan korban dan layanan serta pentingnya lobby dan advokasi untuk mengeliminasi Harmful Norms, Power dan Conviction (HPC) yang berkontribusi terhadap kekerasan berbasis gender dan perdagangan orang.

Bagi Pater Agus, sebetulnya budaya dan agama itu baik. Tetapi, tafsir budaya dan agama itulah yang kemudian memberi kontribusi terhadap kekerasan berbasis gender dan perdagangan orang.

Sesuai analisis konteks kekuatan dan keyakinan atas penelitian yang dilakukan di Kota KupangKabupaten Manggarai Barat dan Kabupaten SikkaPater Agus bersama tim berhasil mengidentifikasi 13
keyakinan berbahaya. Ke-13 keyakinan itu berpotensi menghambat migrasi yang aman dan berujung pada kekerasan berbasis gender dan perdagangan orang.

Baca Juga: Kememkes Instruksikan Penjualan Sirup Paracetamol Dihentikan Sementara

Berikut 13 keyakinan itu :

  1. Pembayaran belis sebagaipraktik (adat) positif;
  2. Pembayaran sirih pinang sebagaipraktik (adat) positif;
  3. Kuasapengambilan keputusan ada di tangan suamibukan istri;
  4. Pendapatan dan asetperempuanadalah milik laki-laki;
  5. Pekerjaan rumahtangga dilakukan oleh perempuan, dan tabu lagi laki-laki;
  6. Pekerjaan rumahtangga dan pengasuhan anakdipandang sebelah mata, dan oleh karena itu tantangan yang dihadapi perempuan saat meninggalkan negara untuk bekerja di luar negeri juga diremehkan;
  7. Anakperempuan dan perempuan adalah yang harus disalahkan ketika mereka menjadi korban kekerasan seksual;
  8. Perempuanmemiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan seksual laki-laki;
  9. Laki-laki haruskuatdan berani, dan laki-laki yang meninggalkan keluarganya adalah laki-laki pemberani;
  10. 10. Saudara laki-laki selalu lebihdihormatidaripada saudara perempuan, dan saudara perempuan wajib membantu saudara laki-lakinya;
  11. Kerabat dekat dan kerabat jauh selalu dapatdipercaya (termasuk sebagaiperekrut pekerja migran);
  12. Perceraian bukanpilihan yang dapatdipertimbangkan, bahkan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga yang parah;
  13. Perdagangan manusiadan kekerasandalam rumah tangga bukanlah prioritas para pemimpin gereja.

Baca Juga: Kapolri Tugaskan Sembilan Kapolda Baru Kembalikan Kepercayaan Masyarakat pada Polisi

Hasil penelitian Pater Agus bersama tim ini kemudian ditanggapi Pdt. Emmy Sahertian. Pada intinya, Emmy bilangkekerasan berbasis gender dan perdagangan orang masih terjadiBaik di dalam rumah (keluarga), di luar rumah (masyarakatdunia kerja) maupun di tingkat negara dan gereja.

Bahkan, Emmy menegaskan, negara dan gereja yang seharusnya menjamin hak-hak warganegara dan memberikan perlindungan bagi perempuan korban kekerasan dan perdagangan orang, justru diabaikan. Sebaliknya, negara dan gereja justru menyalahkan perempuan.

Tanggapan Emmy ini disertai dengan contoh-contoh nyata dan kritis yang cukup menantang peserta untuk terlibat dalam mencegah, menangani dan memulihkan korban berbasis gender dan perdagangan orang.

Baca Juga: Tanggapan Sekda Belu Lucu dan Aneh

Peserta kemudian terlibat dalam diskusi kelompok dan pleno untuk mengeksplore masalah-masalah kekerasan berbasis gender dan perdagangan orang di daerah masing-masing.

Peserta juga dituntun Fasilitator seperti Veronika Ata atau Kak Tory, Cak Mulyadi dan Yanto Lasibobo dengan pertanyaan-pertanyaan kritis untuk mendalami persoalan-persoalan kekerasan berbasis gender dan perdagangan orang.

Workshop tersebut berlangsung di Hotel Kristal, Kupangibukota Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTTselama lima hari terhitung Senin-Jumat 17-21 Oktober 2022.

 

Editor: Marcel Manek

Sumber: Timor Line


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini