Pendapatan Nelayan di Ende Anjlok Disinyalir Gegara Kehadiran Penangkap Ikan dari Luar Daerah, Bakal Diusir?

- 17 Mei 2024, 07:35 WIB
Puluhan nelayan asal Ende saat mendatangi Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ende, Kamis (16/05/2024).
Puluhan nelayan asal Ende saat mendatangi Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ende, Kamis (16/05/2024). /Dok. Ist./Ho-PR NTT

PR NTT – Puluhan nelayan kecil di Kabupaten Ende mendatangi Kantor Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ende di Kelurahan Paupanda, Kecamatan Ende Selatan, Kamis, 16 Mei 2024. Mereka menyampaikan keluhan terkait keberadaan nelayan dari luar daerah yang dianggap merugikan mereka.

Nelayan asal Sulawesi dan Pemana (Kabupaten Sikka) yang telah beroperasi di perairan Ende selama setahun terakhir, menjadi fokus utama keluhan tersebut.

Tampak nelayan dari Kelurahan Tanjung dan Kelurahan Tetandara di Kecamatan Ende Selatan berkumpul di luar kantor, sementara pengurus Asosiasi Pedagang Ikan (API) Ende bertemu dengan berbagai pejabat terkait.

Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Ende, Polairud, TNI AL, dan perwakilan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT hadir untuk mendengarkan keluhan para nelayan asal Ende tersebut.

Dampak Ekonomi dari Kehadiran Nelayan Luar Daerah

Para nelayan asal Ende menyebut, nelayan dari luar daerah mereka bukan hanya menangkap ikan di perairan Ende, tetapi juga menjual hasil tangkapan mereka kepada para pengepul di daerah tersebut dengan harga yang lebih murah.

Hal ini terjadi karena mereka menggunakan kapal berkapasitas sekitar 2 GT, yang memungkinkan mereka untuk menangkap ikan dalam jumlah besar. Akibatnya, nelayan lokal mengalami penurunan harga jual ikan yang signifikan.

Ibrahim Akbar, seorang nelayan lokal, mengatakan bahwa keberadaan nelayan luar daerah tersebut mengakibatkan penurunan drastis dalam penghasilan mereka. Ibrahim menyebutkan, sebelumnya ia bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp3 juta lebih per bulan dari menangkap ikan.

Namun, dengan banyaknya nelayan luar daerah yang datang, penghasilannya turun menjadi sekitar Rp700 ribu hingga tidak mencapai Rp1 juta per bulan.

"Kalau kami biasa operasi (melaut, red) rata-rata bisa menghasilkan Rp3 juta sampai lebih. Tapi sekarang setelah mereka banyak yang datang ini, penghasilan kami paling tinggi itu menurun, paling tinggi itu Rp700 ribu, tidak sampai lebih Rp1 juta,” ujarnya.

Halaman:

Editor: Ade Riberu


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah