Redam Guncangan Ekonomi Global, RAPBN 2023 Akan Dirancang Lebih Fleksibel

- 9 Agustus 2022, 06:43 WIB
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Srimulyani Indrawati
Menteri Keuangan Republik Indonesia, Srimulyani Indrawati /Biro Pers/Sekretariat Presiden/

OkeNTT - Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2023 akan dirancang agar mampu menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak perekonomian dan ketidakpastian global yang terjadi atau sebagai shock absorber.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo meminta agar APBN dijaga supaya tetap kredibel dan sehat.

Hal tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dalam keterangannya selepas mengikuti Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin, 8 Agustus 2022.

Baca Juga: Presiden Ajak Masyarakat Syukuri Situasi Bangsa Indonesia di Tengah Krisis Global

"APBN 2023 harus didesain untuk bisa mampu tetap menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak yang terjadi, ini kita sering menyebutnya sebagai shock absorber. Namun, di sisi lain Bapak Presiden juga meminta agar APBN tetap dijaga supaya tetap kredibel dan sustainable atau sehat, sehingga ini adalah kombinasi yang harus dijaga," ujar Menkeu.

Menkeu menjelaskan bahwa tahun 2022 dunia diproyeksikan akan mengalami perlemahan pertumbuhan ekonomi, sementara inflasinya meningkat tinggi. Oleh karena itu, Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi ekonomi global dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen untuk tahun ini dan dari 3,6 persen menjadi 2,9 persen untuk tahun 2023.

"Ini artinya bahwa lingkungan global kita akan menjadi melemah, sementara tekanan inflasi justru meningkat. Menurut IMF tahun ini inflasi akan naik ke 6,6 persen dari sisi di negara maju, sementara inflasi di negara-negara berkembang akan pada level 9,5 persen, ini juga naik sekitar 0,8 (persen)," lanjutnya.

Baca Juga: Ini Kata Mantan Kabareskrim Polri Usai Otopsi Ulang Jenazah Brigadir J, Korban Polisi Tembak Polisi

Lebih lanjut, Menkeu menyebutkan bahwa dengan adanya kenaikan inflasi yang sangat tinggi di negara maju, akan terjadi reaksi dari sisi kebijakan moneter dan likuiditas yang diperketat sehingga memacu apa yang disebut capital outflow dan volatilitas di sektor keuangan.

Halaman:

Editor: Marcel Manek


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah