30 Hari Perang, Rusia Temui Jalan Buntu di Ukraina

- 27 Maret 2022, 07:37 WIB
Protes atas Perang Rusia terhadap Ukraina datang dari berbagai penjuru dunia termasuk dari warga negara Rusia
Protes atas Perang Rusia terhadap Ukraina datang dari berbagai penjuru dunia termasuk dari warga negara Rusia /Korinna Kern/Reuters

Oke NTT – Hingga hari Sabtu 26 Maret 2022 kemarin, invasi Rusia di Ukraina, yang disebut Presiden Rusia Vladimir Putin sebagai "operasi militer khusus", genap berlangsung 30 hari atau satu bulan. Rusia memulai invasi militernya ke Ukraina pada Kamis 24 Februari 2022 lalu

Dengan kekuatan militer baik dari sisi jumlah pasukan dan alusista yang modern, Rusia ingin menduduki kota-kota besar di Ukrainan seperti Kyiv, ibu kota Ukraina, Kharkyiv, Mariupol dan sejumlah kota strategis lainnya, namun mimpi pasukan Putin kandas dan temui jalan buntu sengitnya perlawanan pasukan Ukraina yang tak kunjung menyerah.

Sejak awal invasi dimulai, Rusia ingin cepat-cepat menundukkan Ukraina dengan blitzkrieg atau serangan militer kilat yang bertumpu pada manuver tank dan dukungan udara, selain bombardemen rudal dan artileri.

Tujuannya, memenangkan perang sesegera mungkin guna menghindari korban lebih banyak dan kerugian perang dalam jumlah besar. Namun mimpi itu tidak terwujud. Sejumlah Jendral dan Perwira tinggi terbaik dikabarkan tewas di Ukraina.

Baca Juga: Berapa Banyak Perempuan Ukraina yang Ikut Berperang ?

Dengan menyerang jantung Ukraina di Kiev dari wilayah Belarus yang hanya 150 km dari Kiev atau separuh jarak Rusia ke ibu kota Ukraina itu, Putin ingin menang cepat atas peperangan ini. Di sini, tempo serangan menjadi bagian paling penting.

Putin pernah menyatakan Rusia tak berencana menduduki Ukraina dan tak berniat mengganti rezim. Namun dengan membidik Kiev, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy jelas menjadi sasaran penggulingan.

Indikasi ini terlihat dari langkah Moskow mengganti pemimpin sejumlah daerah yang diduduki, termasuk wali kota terpilih secara demokratis Ivan Fedorov di Melitopol yang ditangkap untuk digantikan oleh Galina Danilchenko yang pro-Rusia.

Namun rencana perang yang gegabah membuat blitzkrieg Rusia berantakan. Ternyata, berbeda dari laporan intelijen Rusia, Ukraina melawan dengan gigih sampai membuat militer Rusia menelan kerugian besar.

Rusia mengira perlawanan Ukraina akan sama dengan saat Rusia menganeksasi Semenanjung Krimea pada 2014 dimana saat itu tentara Ukraina nyaris tak melawan.

Baca Juga: 132 Penumpang China Eastern Airlines Tewas

Ternyata, militer Ukraina pada delapan tahun lalu berbeda jauh dengan saat ini. Ukraina berkali-kali memukul mundur pasukan Rusia, tak hanya di dua kota terpenting Kiev dan Kharkiv tapi juga kota-kota lain, termasuk Chernihiv dan Summy di dekat perbatasan Rusia.

Institute for Study of War yang rutin memperbarui informasi terkini Ukraina  merilis bahwa berdasarkan analisis pertahanan dan laporan intelijen, sejak 22 Maret Rusia tak pernah lagi melancarkan ofensif besar.

Sebaliknya, Rusia cenderung mengambil posisi defensif. Dengan kata lain,  Ukraina mengambil alih serangan dan terusaha memukul pasukan Rusia.

Saat ini, Rusia suduah mulai berani membuka data korban dari pihaknya. Sebelumnya Rusia mengakui bahwa hanya terdapat 500-an tentara yang tewas. Namun Jenderal Sergey Rusdkoy dari kantor kepala staf gabungan di Kementerian Pertahanan Rusia, menyatakan 1.351 tentara Rusia telah tewas.

Dua hari sebelumnya, laman surat kabar pro pemerintah Komsomolskaya Pravda menyebut 9.861 tentara Rusia tewas, kendati kemudian dihapus. NATO dan Ukraina memperkirakan 7.000 sampai 15.000 tentara Rusia tewas dalam perang ini.

Baca Juga: Paus Fransiskus: Penggunaan Senjata Bukan Solusi untuk Mengakhiri Konflik di Ukraina

Bahkan angka 1.351 tetap besar sekali. Sebagai perbandingan, 15.300 tentara Rusia tewas selama 10 tahun pendudukan Afghanistan pada 1979- 1989 atau sama dengan 1.530 jiwa per tahun. Namun kini, dalam satu bulan saja sudah 1.351 tentara Rusia yang tewas.

Selamatkan muka

Rusia juga kehilangan banyak kendaraan tempur, tank, pesawat tempur, bahkan dua hari lalu kehilangan kapal pendarat tank di pelabuhan kota Berdyansk di Ukraina selatan.

Kapal perang Saratov berkapasitas angkut 400 tentara, 20 tank atau 40 panser itu hancur lebur. Peristiwa ini terekam jelas oleh kamera sampai diunggah ke YouTube.

Dari video itu terlihat dua kapal perang menjauhi sebuah kapal yang terbakar. Satu dari dua kapal yang menjauh itu berlayar dengan haluan yang sedang dilalap api.

Sehari setelahnya pada Jumat 25 Maret 2022, Rudskoy menyatakan fase pertama "operasi khusus" di Ukraina sudah selesai dan Rusia kini fokus mempertahankan wilayah Donbas di Ukraina timur.

Baca Juga: Sejumlah Fakta Jatuhnya Pesawat China Eastern Airline Boeing 737-800
Para analis militer menyebut pernyataan tersebut merupakan upaya Moskow menutupi kegagalan Rusia di Ukraina.

Rusia bahkan sudah kehilangan tujuh jenderal yang menyingkap adanya masalah moral bertempur dalam pasukannya, sampai-sampai jenderal pun terpaksa berada di garis depan.

Dengan menyatakan fokus ke Donbas, Putin berusaha menyelamatkan muka agar tak terkesan kalah di Ukraina. Ini karena fondasi kekuasaan Putin dibangun di atas citra penguasa yang tak pernah kalah.

Jika citra itu rusak, maka posisi kekuasaan Putin bisa terancam, apalagi gerakan anti perang di dalam negeri Rusia ternyata tak bisa dibungkam oleh tindakan keras dan ancaman penjara.

Tapi langkah itu pun bisa menunjukkan bahwa Putin telah mengambil keputusan cerdik yang memupus anggapan bahwa dirinya adalah pemimpin yang nekat melakukan apa saja, termasuk menggunakan senjata nuklir dan kimia.

Halaman:

Editor: Marcel Manek

Sumber: Reuters ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini