OkeNTT - Sekretaris Forum Komunikasi Alumni (Forkoma) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) NTT, Kristoforus Efi mengecam anggota DPRD Belu dari partai Nasdem, Edmundus Tita yang diduga menghina masyarakat dengan kata-kata rasis.
Menurut Kristoforus, Forkoma PMKRI NTT mengutuk keras tindakan rasisme yang dilontarkan anggota DPRD Belu terhadap masyarakatnya sendiri.
Sebagai pejabat negara yang telah dipercayakan oleh rakyat, kata Kristo, semestinya Edmundus memberi teladan bagi masyarakat, bukan malah sebaliknya.
Baca Juga: Diduga Lontarkan Kata-Kata Rasis, Oknum Anggota DPRD Belu dari Partai Nasdem Dilaporkan
"Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, tidak boleh ada yang membedakan suku, ras, agama serta golongan. Karena kita ini satu yang sama, untuk itu sebagai pejabat negara harus menjadi corong Kebhinekaan di tanah air," ujar Kristo seperti diberitakan OkeNusra pada Selasa 20 September 2022.
Lanjut Kristo, "Jangan karena masyarakat kecil kita mengeluarkan kata-kata yang tidak etis serta berbau rasis, " jelas Sekretaris Forkoma PMKRI NTT.
Selain mengutuk tindakan rasisme, Forkoma PMKRI NTT meminta kepada oknum anggota DRPD Belu untuk segera meminta maaf kepada korban, dan tidak menggulangi lagi ungkapan berbau rasis.
Baca Juga: Diduga Rasis, Oknum ADPRD Belu dari Partai Nasdem Dipolisikan
Kecaman senada datang dari ketua Forkoma PMKRI kabupaten Malaka, Hendrik Fahik.
Menurut Hendrik, apa yang diucapkan oknum anggota DPR Belu dari partai Nasdem sangat bertentangan nilai-nilai kemajemukan dan toleransi yang dijunjung tinggi setiap warga negara.
"Kemajemukan dan tolerransi harus dijunjung tinggi semua warganegara Indonesia tanpa alasan apapun”, tandas Hendrik saat ditemui awak media Tomor Today di Betun, Rabu 21 September 2022.
Baca Juga: Ketua DPD Nasdem Beri Tanggapan Keras Atas Dugaan Rarisme Oknum Anggota DPR Belu
Mantan ketua PKRI cabang Kupang ini mengimbau agar ke depannya masyarakat Belu lebih selektif dan cerdas memilih anggota Dewan.
“Jangan memilih anggota Dewan yang suka membenturkan masyarakat satu dengan lainnya dengan alasan ras, intoleran dan diskriminatif," tegas Hendrik.***