KPU dan Bawaslu Sebaiknya Tidak Bersifat Permanen

- 31 Januari 2022, 05:30 WIB
Ilustrasi Logo KPU RI.
Ilustrasi Logo KPU RI. /KPU RI/

OkeNTT - Pegiat pemilu Titi Anggraini menilai keberadaan KPU dan Bawaslu yang bersifat permanen di tingkatan kabupaten/kota tidak relevan bila pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) ke depannya diselenggarakan serentak.

Menurut Titi Anggraini seperti dikutip dari ANTARA Minggu 30 Januari 2022 KPU dan Bawaslu di kabupaten/kota sebaiknya bersifat tidak permanen (ad-hoc), tidak lagi 5 tahun seperti sekarang.  


Ia mengemukakan hal itu ketika menyinggung soal desain kelembagaan penyelenggara pemilu ke depan, mengingat masa jabatan anggota KPU/bawaslu di 110 kabupaten kota akan berakhir dalam kurun waktu Januari-Maret 2024.

Baca Juga: Menko Perekonomian Minta Masyarakat Tidak Perlu Khwatir Soal Stok Minyak Goreng

"Ini masa-masa krusial pelaksanaan pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara Pemilu 2024 yang dijadwalkan pada tanggal 14 Februari," ujar Titi yang juga anggota Dewan Pembina Perludem.

Menurutnya, desain kelembagaan penyelenggara pemilu saat ini memang tidak sejalan dengan desain keserentakan pemilu dan pilkada yang jadwal pelaksanaannya pada tahun yang sama.

Salah satu latar belakang permanenisasi penyelenggara pemilu di daerah, kata Titi, dilatari pertimbangan bahwa ada agenda pemilu dan pilkada yang dalam 5 tahun akan terselenggara pada waktu yang berbeda. Dengan demikian, KPU/bawaslu di daerah akan selalu aktif bekerja menyelenggarakan aktivitas kepemiluan selama masa tugasnya.

Baca Juga: Ridwan Kamil Sebut Jawa Barat Pemegang Suara Tersebar dalam Pilpres

Oleh karena itu, dia memandang perlu pembuat undang-undang menyinkronkan dua hal ini, yaitu bagaimana agar desain kelembagaan penyelenggara pemilu kompatibel dengan desain keserentakan pemilu.

Kalau model keserentakannya berupa pemilu serentak nasional dan pemilu serentak lokal seperti yang Perludem usulkan, menurut dia, penyelenggara pemilu di daerah yang permanen dengan masa jabatan 5 tahun seperti saat ini adalah sudah tepat.

Menyinggung kembali soal masa jabatan keanggotaan KPU/bawaslu yang akan berakhir berdekatan dengan hari pemungutan suara Pemilu 2024, Titi memandang perlu perpanjangan masa jabatan keanggotaan KPU/bawaslu daerah sampai tuntas tahapan Pilkada 2024. Hal ini sebagai langkah afirmasi menuju keserentakan seleksi.

Baca Juga: Kontraktor Asal Belu Tersangkut Kasus Korupsi Pembangunan Puskesmas di TTU

Setelah Pilkada 2024, lanjut Titi, perlu ada seleksi serentak KPU/bawaslu daerah pada tahun 2027 untuk masa jabatan yang akan berakhir setelah seluruh tahapan Pilkada 2029 berakhir.

"Makanya, untuk memastikan keserentakan akhir masa jabatan anggota KPU/bawaslu, mau tidak mau harus ada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Pemilu atau revisi terbatas," tutur Titi yang pernah sebagai Direktur Eksekutif Perludem.

Ketika menyinggung masih ada kesempatan Pemerintah dan DPR RI merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, menurut Titi, melihat gelagatnya pembuat undang-undang enggan melakukan perubahan terbatas.

Baca Juga: Ditetapkan Tersangka Kasus Korupsi Puskesmas Inbate, Kontraktor Asal Belu Dititipkan di Sel Mapolres TTU
 

Ia menduga pembuat undang-undang khawatir melakukan revisi terbatas terhadap UU Pemilu karena ada peluang menyentuh pasal-pasal krusial terkait dengan variabel sistem pemilihan.
 
"Dengan demikian, Perpu Pemilu paling memungkinkan," ucap Titi yang pernah terpilih sebagai Duta Demokrasi mewakili Indonesia dalam International Institute for Electoral Assistance (International IDEA).***

 

Editor: Marcel Manek

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini