Elektabilitas NasDem Anjlok Usai Dukung Anies Jadi Capres  

- 22 Oktober 2022, 20:33 WIB
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh saat mengumumkan mencalonkan Anis Rasyid Baswedan di Ballroom NasDem Tower, Jakarta, Senin ( 3 /10/2022)
Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh saat mengumumkan mencalonkan Anis Rasyid Baswedan di Ballroom NasDem Tower, Jakarta, Senin ( 3 /10/2022) /Riyanto Jayeng Portal Brebes/sultra.antaranews.com

 OkeNTT - Elektabilitas partai Nadem mengalami penurunan pasca partai politik besutan Surya Paloh mendeklarasikan Anis Baswedan sebagai calon Presiden tahun 2024.

Penurunan elektabilitas partai Nasdem ini disebutoann Lembaga survei NEW INDONESIA Research & Consulting.

"Setelah resmi mencapreskan Anies, elektabilitas NasDem makin terpuruk hingga di bawah parliamentary threshold (ambang batas parlemen)," kata Direktur Eksekutif NEW INDONESIA Research & Consulting Andreas Nuryono dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu 22 Oktober 2022 melalui Antara.

Baca Juga: Ternyata Ini Alasan Perdana Menteri Mengundurkan Diri

Andreas memaparkan bahwa saat ini tingkat elektabilitas Nasdem berada pada angka 3,8% dimana angka ini berada di bawah ambang batas parlemen yakni 4%.

Partai yang mengusung semangat restorasi ini mengalami guncangan internal di tubuh partai usai Anise Baswedan dideklarasikan sebahai capres dari Nasdem.

Dampak pencapresan Nasdem oleh Nasdem, sejumlah kader dan pengurus di daerah-daerah menyatakan mundur dari NasDem.

Merilis Antara , tren penurunan elektabilitas NasDem sudah terjadi sejak Rakernas NasDem yang memutuskan tiga nama capres, termasuk Anies. Elektabilitas NasDem pun makin tergerus ketika akhirnya capres dukungan NasDem mengerucut pada Anies.

Baca Juga: Kapolri Instruksikan Jajarannya Tingkatkan Kualitas Pelayanan Publik

Pada bulan Februari 2022, elektabilitas NasDem berada di atas ambang batas parlemen. Ketika itu elektabilitas NasDem dicatat sebesar 5,3 persen. Pada bulan Juni 2022, elektabilitasnya turun menjadi 4,4 persen, dan pada bulan Oktober 2022 sebesar 3,8 persen.

"NasDem merupakan salah satu partai pendukung Jokowi sejak periode pertama, dan berada di kubu Ahok pada Pilkada DKI Jakarta yang memenangkan Anies," kata Andreas.

Sekarang pun, kata dia, NasDem masih menjadi bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi. Belakangan, desakan agar NasDem mundur dari koalisi disuarakan mengingat Anies dianggap sebagai figur sentral kekuatan oposisi terhadap Jokowi.

Baca Juga: Lahan Digusur Pemprov NTT, Anak-anak di Desa Linamnutu Menangis Diguyur Hujan

Sementara itu, PDI Perjuangan sebagai partai utama pengusung Jokowi masih unggul dengan elektabilitas 18,3 persen. Gerindra berada pada peringkat kedua sebesar 13,0 persen, disusul oleh Partai Golkar (7,7 persen), PKB (7,1 persen), dan PSI (5,7 persen).

Partai-partai oposisi berkumpul di papan tengah, yaitu Partai Demokrat (5,5 persen) dan PKS (5,2 persen). Sementara itu, dua partai koalisi pemerintah, yakni PAN (2 persen) dan PPP (1,7 persen), yang seperti NasDem juga terancam tidak lolos ke Senayan.

Kehadiran partai-partai baru turut mengancam keberadaan partai parlemen, elektabilitas Gelora sebesar 1,3 persen, Perindo (1,1 persen), dan Partai Ummat (1 persen). Selanjutnya, Hanura (0,5 persen) dan PBB (0,3 persen), sisanya partai-partai lain 0,7 persen, dan yang menjawab tidak tahu/tidak jawab 25,1 persen.

Baca Juga: Kapolda NTT,  Mantan Atlet Peraih Medali Emas

Untuk bisa mengusung capres/cawapres, hanya PDI Perjuangan yang mencukupi ketentuan presidential threshold 20 persen. Partai-partai lain harus membentuk koalisi, yang sudah terbentuk adalah Gerindra dan PKB, kemudian Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) beranggotakan Golkar, PAN, dan PPP.

NasDem berupaya menggalang koalisi bersama Demokrat dan PKS, tetapi terganjal soal siapa cawapres yang bakal mendampingi Anies.

"Mengambil risiko anjloknya elektabilitas, NasDem berharap bisa mendapatkan coattail effect dengan mengusung Anies," kata Andreas.

Halaman:

Editor: Marcel Manek

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x