Orasi Menohok dan Puisi Menyayat Hati Saat Aksi Damai Aliansi Puluhan Ormas untuk Astrid-Lael

- 21 Desember 2021, 09:07 WIB
Orasi Menohok dan Puisi Menyayat Hati Saat Aksi Damai Aliansi Puluhan Ormas untuk Astrid-Lael
Orasi Menohok dan Puisi Menyayat Hati Saat Aksi Damai Aliansi Puluhan Ormas untuk Astrid-Lael /Aksi Damai/Kota Kupang

Dari sejumlah orasi yang disampaikan, orasi paling menohok siang itu terlontar dari salah satu orator perempuan. Dari atas mobil orator perempun itu menyampaikan 3 pertanyaan dan 1 pernyataan untuk Polisi khususnya Polwan.

"Saya punya tiga pertanyaan dan satu pernyataan, pertanyaan pertama; kalau salah satu di antara kami semaput (pingsan) siang hari ini, karena kalian sudah menyiksa kami lebih dari dua jam di bawah panas matahari, apakah kami boleh makan semeja dengan Kapolda Nusa Tenggara Timur?
Kedua, semua Polisi yang ada disini, sampai di ujung sana, semua yang melihat saya, kalau kalian semua, pertanyaan saya begini, apakah kalian semua yang berjenis kelamin laki-laki dilahirkan oleh seorang perempuan? Jika iya, bantu kami untuk mewujudkan keadilan ini. Pertanyaan ketiga, kepada semua Polwan yang mengawal kami siang hari ini, saya hanya mau bilang jangan mendustai hati nurani kalian. Setiap ada kasus kekerasan terhadap perempuan, semua martabat perempuan Nusa Tenggara Timur diinjak-injak, kalian adalah bagian dari kami, kami perempuan, kalian perempuan kita sama-sama menuntut keadilan siang hari ini. Pernyataan terakhir, membela pelaku atau melindungi pelaku sama bejatnya dengan menjadi pelaku," tandas sang orator.

Selain orasi menohok, dalam aksi itu juga dibacakan puisi oleh salah seorang aktivis perempuan.

Dikutip kupangterkini, puisi yang ditulis oleh Pdt. Dr. Mery Kolimon itu dibaca secara lantang dan penuh penghayatan oleh sang aktivis.

Ungkapan setiap kata, kalimat dan bait puisi yang keluar dari mulut sang aktivis perempuan itu seolah menyayat hati sehingga membuat suasana hening seketika.

Baca Juga: Kasus Dugaan Korupsi Proyek Sanitasi 4,6 Milyar, Jaksa: Sudah Ekspose di Kejati

Tak hanya itu, sang aktivis peremupun itu pun nampak berderai air mata saat membacakan puisi untuk Astrid dan Lael.

‘’Mengguncang rasa, menutup paham apa yang telah terjadi, diselokan, tak jauh dari kota tubuh dua anak manusia terbungkus plastik sampah terciduk pekerja parit. Aroma busuk segera merebak, buah kejahatan tanpa ampun.

Ibu dan anak meregang nyawa ditangan dia yang pernah memandu kasih, mengucap janji berbagi esok. Kata-kata manis berbalut nista, dua nyawa pergi dalam cara yang keji.

Darah, darah dan airmata menuntut dari tanah. Mengapa kau lakukan laknatan, tak tersisakah sedikit rasa iba dan sayang.

Halaman:

Editor: Mariano Parada


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini