Orasi Menohok dan Puisi Menyayat Hati Saat Aksi Damai Aliansi Puluhan Ormas untuk Astrid-Lael

21 Desember 2021, 09:07 WIB
Orasi Menohok dan Puisi Menyayat Hati Saat Aksi Damai Aliansi Puluhan Ormas untuk Astrid-Lael /Aksi Damai/Kota Kupang

OkeNTT - Kasus pembunuhan sadis ibu muda Astrid Manafe (30) dan anaknya Lael Maccabe (1) di Kota Kupang terus mengundang empati publik.

Empati publik terhadap kematian Astrid dan Lael ditunjukan dengan berbagai gerakan atas nama kemanusiaan dan untuk keadilan baik di dunia maya (Medsos) maupun dunia nyata dari publik di Flobamora bahkan Nusantara.

Gerakan publik dilakukan seolah ikut merasakan peristiwa pilu yang menyayat hati keluarga dekat korban yakni Astrid dan Lael sejak jasad keduanya ditemukan hingga saat ini.

Baca Juga: Warga Padati TKP Rekonstruksi Pembunuhan Sadis Ibu dan Anak

Terbaru aksi damai yang digelar ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Jaringan Ormas-LSM menuntut keadilan untuk Astrid dan Lael.

Aksi damai yang juga dihadiri sejumlah tokoh agama, tokoh perempuan, aktivis dan mahasiswa itu berlangsung Senin 20 Desember 2021 di Gerbang Mapolda NTT sekira pukul 10.30 Wita hingga 14.50. Wita.

Mereka ingin bertemu Kapolda NTT dan menuntut keadilan serta mendesak penyidik Polda NTT bekerja cepat dan profesional untuk menuntaskan kasus pembunuhan Astrid dan Lael.

Terpantau, mereka secara bergantian berorasi. Salah satu orator menegaskan jangan ada mafia hukum yang mempermainkan kasus ini, kami mencari keadilan bagi Astrid dan Lael.

Baca Juga: Tersangka RB Dijerat Pasal Berlapis dengan Ancaman Hukuman Mati

Dari sejumlah orasi yang disampaikan, orasi paling menohok siang itu terlontar dari salah satu orator perempuan. Dari atas mobil orator perempun itu menyampaikan 3 pertanyaan dan 1 pernyataan untuk Polisi khususnya Polwan.

"Saya punya tiga pertanyaan dan satu pernyataan, pertanyaan pertama; kalau salah satu di antara kami semaput (pingsan) siang hari ini, karena kalian sudah menyiksa kami lebih dari dua jam di bawah panas matahari, apakah kami boleh makan semeja dengan Kapolda Nusa Tenggara Timur?
Kedua, semua Polisi yang ada disini, sampai di ujung sana, semua yang melihat saya, kalau kalian semua, pertanyaan saya begini, apakah kalian semua yang berjenis kelamin laki-laki dilahirkan oleh seorang perempuan? Jika iya, bantu kami untuk mewujudkan keadilan ini. Pertanyaan ketiga, kepada semua Polwan yang mengawal kami siang hari ini, saya hanya mau bilang jangan mendustai hati nurani kalian. Setiap ada kasus kekerasan terhadap perempuan, semua martabat perempuan Nusa Tenggara Timur diinjak-injak, kalian adalah bagian dari kami, kami perempuan, kalian perempuan kita sama-sama menuntut keadilan siang hari ini. Pernyataan terakhir, membela pelaku atau melindungi pelaku sama bejatnya dengan menjadi pelaku," tandas sang orator.

Selain orasi menohok, dalam aksi itu juga dibacakan puisi oleh salah seorang aktivis perempuan.

Dikutip kupangterkini, puisi yang ditulis oleh Pdt. Dr. Mery Kolimon itu dibaca secara lantang dan penuh penghayatan oleh sang aktivis.

Ungkapan setiap kata, kalimat dan bait puisi yang keluar dari mulut sang aktivis perempuan itu seolah menyayat hati sehingga membuat suasana hening seketika.

Baca Juga: Kasus Dugaan Korupsi Proyek Sanitasi 4,6 Milyar, Jaksa: Sudah Ekspose di Kejati

Tak hanya itu, sang aktivis peremupun itu pun nampak berderai air mata saat membacakan puisi untuk Astrid dan Lael.

‘’Mengguncang rasa, menutup paham apa yang telah terjadi, diselokan, tak jauh dari kota tubuh dua anak manusia terbungkus plastik sampah terciduk pekerja parit. Aroma busuk segera merebak, buah kejahatan tanpa ampun.

Ibu dan anak meregang nyawa ditangan dia yang pernah memandu kasih, mengucap janji berbagi esok. Kata-kata manis berbalut nista, dua nyawa pergi dalam cara yang keji.

Darah, darah dan airmata menuntut dari tanah. Mengapa kau lakukan laknatan, tak tersisakah sedikit rasa iba dan sayang.

Tak sanggup, tak sanggup kubayangkan saat akhir, terlalu pedih, terlalu pedih duka itu. Sikecil menatap pilu yang dipanggil ayah.

Ratap macam apakah diujung hidup, dia masih terlalu belia untuk paham rumitnya jalan cinta. Rahim mama tempat teraman bertumbuh menghadapi dunia yang pasti sangat tidak ramah.

Dalam dekapan mamakah ia pergi, mengucap selamat tinggal dunia dengan buru – buru. Belum juga genap belajar berjalan seperti bayi – bayi dibunuh Herodes, Lael pergi menjelang Natal.

Lael pergi, Lael pergi menjelang Natal. Bagaimana bisa kuucap rest in peace, selama kebenaran belum diungkap, selama keadilan belum diurai.

Jangan kita menutup mata, biar bathin kita tetap terbuka. Sampai nanti Sorgapun berkata, berbaringlah dalam damai Lael.

Selamat datang dirumah para malaikat, karena ceritamu dengan mama sudah genap. Berbaringlah dalam keadilan, berbaringlah dalam shalom.

Jika cerita itu belum utuh, tak sanggup kami berucap selamat jalan. Oh Lael, dunia pemilik semesta, beri kami hikmatmu. Bangun peradaban welas asih tak sekedar pukul dan bunuh.

Agar tubuh perempuan dan bayi terus dihormati sebagai rumahmu sendiri. Dalam diri ada citramu yang agung’’***

Editor: Mariano Parada

Tags

Terkini

Terpopuler