Dalam Sidang PHI Terungkap Fakta, Mantan Dosen Senior UNP Kediri Dipekerjakan Tanpa Perjanjian Kerja

- 27 Mei 2024, 15:51 WIB
Foto. Tampak Doktor Ichsannudin (berdiri) bersama Moh Bastomi (saksi), Yusda Setiawan, S.H (Penasihat Hukum), Suhardi (saksi) di area Pengadilan Negeri Surabaya Klas 1A Khusus
Foto. Tampak Doktor Ichsannudin (berdiri) bersama Moh Bastomi (saksi), Yusda Setiawan, S.H (Penasihat Hukum), Suhardi (saksi) di area Pengadilan Negeri Surabaya Klas 1A Khusus /Mikael Setyabudi/

PR NTT – Lanjutan sidang PHI antara Dr. Drs. Ichsannudin, M.M (mantan dosen Universitas Nusantara PGRI Kediri) versus YPLP PT. PGRI yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus terungkap sejumlah Fakta. Hal ini diketahui dari dua (2) saksi fakta yang dihadirkan Penasihat Hukum Ichsannudin, Yusda Setiawan, S.H yakni Suhardi, S.E., M.Pd dan Moh. Bastomi, S.E pada sidang Hari Rabu Tanggal 21 Mei 2024.

Di awal persidangan Yusda Setiawan, S.H diberikan kesempatan oleh Ketua Majelis Hakim bertanya kepada Suhardi (Saksi 1-red). “Apakah Pak Ichsannudin masuk itu awalnya sebagai staf lalu diangkat menjadi dosen?” ucap Yusda. Dengan lugas Suhardi menjawab, “Sejak awal Pak Ichsannudin sudah diangkat menjadi dosen tetap oleh Yayasan (YPLP PT. PGRI-red).”

Saat ditanya Sofia Tri Lestari, S.H Penasihat Hukum YPLP PT. PGRI, apakah sebagai mantan dosen UNP (Suhardi-red) sudah menerima hak-haknya dari Bank Jatim? Dijawab Suhardi sudah, namun menurutnya kasus yang dialaminya berbeda dengan kasus Doktor Ichsannudin.

Baca Juga: Menelusuri Keunikan Vespa ET: Sentuhan Modern pada Klasik yang Abadi

“Apa yang saya tuntut sudah dibayarkan sesuai dalam perundingan bipartit (musyawarah dua pihak),” tegas Suhardi.

Salah satu hakim anggota melontarkan pertanyaan kepada Suhardi kapan Ichsannudin mulai berhenti sebagai dosen?

Ia mengatakan bahwa yang bersangkutan berhenti karena pensiun pada tahun 2022. “Saat itu usia Pak Ichsannudin tepat 65 tahun dan itu sudah sesuai dengan aturan perundang-undangan. Jadi yang bersangkutan tidak mengajukan pensiun, karena secara aturan dosen yang sudah berumur 65 tahun sudah otomatis masuk masa pensiun,” ungkapnya.

Selanjutnya hakim menanyakan apakah Ichsannudin ini karyawan yayasan atau karyawan UNP Kediri?

Suhardi menjelaskan, “Yayasan hanya sebagai badan penyelenggara perguruan tinggi, secara perikatan pekerja dengan yayasan. Hanya saja pekerja ditempatkan sebagai pengajar di Universitas Nusantara PGRI namun gaji dari yayasan.”

Baca Juga: Menjelajahi Keunggulan Motor Vespa: Gaya Klasik dengan Performa Modern

Hakim anggota kembali bertanya jika ada dosen yang melakukan pelanggaran siapa yang menanganinya? Lagi-lagi Suhadi menjabarkan, ”Kalau itu berkaitan akademik itu yang menangani pimpinan UNP, kalau terkait dengan kenaikan gaji itu yang mengurusi pihak yayasan." Hakim kembali mencecar apakah Ichsannudin itu dosen tetap atau tidak tetap?

Ditegaskan Suhardi bahwa Ichsannudin adalah dosen tetap dan memiliki SK dari yayasan bahkan memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Ketika ditanyakan berapa gaji Ichsannudin? Ia menjawab tidak tahu.

Dikatakan Suhardi bahwa dirinya lebih dahulu masuk kerja di YPLP PT. PGRI dibandingkan Doktor Ichsannudin. “Saat itu saya sebagai tenaga struktural bukan fungsional sedangkan beliau sejak awal fungsional. Untuk pendapatan memang ada tunjangan keluarga selain gaji pokok dan tunjangan fungsional,” bebernya.

Ketika ditanya hakim anggota apakah dana pensiun itu dicover oleh yayasan ataukah ada semacam lembaga atau pihak ketiga yang mengurus dana pensiun. Dijawab Suhardi tidak ada. “Apakah gaji ditransfer melalui Bank Jatim?” tanya hakim. Suhardi menegaskan bahwa hal itu tidak pernah dikonfirmasi ke kami (dosen-red).

“Termasuk dipotong atau tidak dipotong gaji kami tidak tahu. Soal Pak Ichsan saat pensiun yang saya lihat dan mendengar hanya menuntut soal pesangon . Sepengetahuan saya soal itu sudah bipartit hingga tripartit tetapi tidak ada kesesuaian pendapat,” sambungnya.

Saat majelis menanyakan apakah Pak Ichsannudin juga sebagai pendiri Universitas Nusantara PGRI (UNP) Kediri?

Foto. Dalam sidang sebelumnya saat kedua belah pihak menyerahkan bukti-bukti kepada Majelis Hakim
Foto. Dalam sidang sebelumnya saat kedua belah pihak menyerahkan bukti-bukti kepada Majelis Hakim

Suhardi menerangkan, “Setahu saya Pak Ichsan itu berkontribusi untuk pendirian UNP, karena dulu kan awalnya IKIP PGRI dan kemudian menjadi Universitas. Itu kontribusinya. Memang bukan pendiri namun berkontribusi saat pendirian UNP karena membantu mengurus hingga ke Dikti.”

Hakim anggota lainnya menanyakan hal yang berbeda kepada Suhardi. “Apakah saudara diikutkan BPJS?” tanya hakim. Saksi mengatakan pihaknya mendapat BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

"Untuk BPJS Ketenagakerjaan kita diikutkan hanya dua (2) program saja yakni jaminan hari tua dan kematian. Sedangkan program jaminan dana pensiun tidak diikutkan dan berlaku untuk semuanya,” cetus Suhardi.

Hakim kembali menanyakan, “ Apakah tabungan yang diambil dari potongan gaji itu dianggap sebagai pesangon? Saksi menjawab tabungan hasil potong gaji diberikan sendiri dan pesangon sendiri. “Untuk potongan gaji hanya hanya ditulis di slip gaji untuk TABUNGAN BANK JATIM bukan tabungan seperti yang tertulis di jamsostek,” timpalnya.

Menurut Suhardi, kami tidak tahu ada dana pensiun atau tabungan dana pensiun. Yang pasti ada potongan per bulannya dan kami tidak tahu termasuk dari BNI Life. Karena hal itu tidak pernah terkonfirmasi kepada para dosen. “Saya juga baru tahu sekarang ini, dan saya tidak pernah tahu adanya dana pensiun,” ungkap saksi yang juga seorang konsiliator.

Baca Juga: 8 Tips Inspirasi Teras Rumah Minimalis Bahan Kayu, Hunian Akan Tetap Terlihat Mewah Loh!

Yusda Setiawan Penasihat Hukum Doktor Ichsannudin kembali bertanya kepada Suhardi apakah sejak pertama kali kerja di YPLP PT. PGRI ada perjanjian kerja? Dijawab, “Sesuai ketentuan ketenagaankerjaan perikatan kerja itu ditentukan perjanjian kerja bersama dan itu tidak pernah ada.”

Dilain pihak Sofia Penasihat Hukum YPLP PT. PGRI mempertanyakan saat diberikan BNI Life dan Tabungan Bank Jatim itu saat pensiun apakah sebelumnya ada kesepakatan, apakah tahu bahwa itu tabungan akan diberikan saat pensiun? Suhardi menyatakan hal itu tidak pernah ada kesepakatan dan selebihnya dijawab tidak tahu.

“Mohon maaf pengertian dana pensiun dengan pesangon itu berbeda, kalau di ASN atau PNS namanya dana pensiun sedangkan untuk swasta itu namanya pesangon, kalau masalah saya sudah selesai di Bipartit,” terangnya.

Sementara itu saksi fakta kedua Moh. Bastomi, S.E dalam sidang PHI ini mengatakan pihaknya mengenal Doktor Ichsannudin sejak tahun 2001 – 2005 sebagai dosen. “Saya waktu itu juga sebagai dosen fakultas meski yang membayar yayasan, status saya dosen tidak tetap,” ucapnya. Sofia menanyakan kepada Bastomi mengapa dirinya berhenti menjadi dosen.

Dijawab, “Hal itu terkendala aturan bahwa menjadi dosen harus S2 sedangkan saya masih S1, jadi saya mengundurkan. Saat itu lembaga ini belum berbentuk universitas masih berbentuk Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE).

Dalam persidangan itu Ketua Majelis Hakim sempat mengingatkan Sofia penasihat hukum YPLP PT. PGRI untuk menggunakan Bahasa Indonesia secara keseluruhan agar panitera bisa mencatat dengan baik.

Kepada Bastomi, salah satu hakim anggota menanyakan apakah pihaknya juga pernah mengalami hal yang sama seperti pada masalah ini?

"Kalau saya menerima honor sesuai jam mengajar karena sebagai dosen tidak tetap. Kalau saya sepuluh kali mengajar yang diberikan honorarium sesuai kehadiran, atau berdasarkan jam mengajar. Soal dana pensiun saya tidak tahu,” jawabnya.

Sidang PHI yang dipimpin Ketua Majelis Hakim R. Yoes Hartyarso, dengan dua hakim anggota Wahyu Hartono dan Nursalam berlangsung hampir 1 jam serta berjalan lancar dan sidang dilanjutkan pada tanggal 28 Mei 2024 dengan agenda mendengar kesaksian dari saksi-saksi yang dihadirkan pihak YPLP PT. PGRI Kediri.

Baca Juga: Dua Kabar Gembira untuk Pensiunan: Bonus Gaji 13 dan Tunjangan Keluarga Cair dari Taspen

Di kesempatan lain Yusda Setiawan, S.H kepada media ini via sambungan seluler mengatakan, “Yayasan salah satu badan usaha sosial yang tunduk kepada UU Ketenagakerjaan. Usaha-usaha sosial dan usaha lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang itu harus tunduk UUKetenagakerjaan. Karena Pak Ichsan tidak memiliki perjanjian kerja bersama atau kesepakatan, maka yang menjadi kekuatan hukum dan menjadi acuan tentunya UU Dosen dan Guru, UU Ketenagakerjaan dan PP nomor 35."

"Hal itu bisa dimentahkan jika keduabelah pihak memiliki perjanjian kerja sama yang ditandatangani keduanya. Dan jika hal ini diabaikan berarti masuk dalam perbuatan melawan hukum," tegasnya.*** (MR)

 

 

 

Editor: Adrianus T. Jaya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah